A. Kapan shalat sunah ‘Id disyariatkan?
Shalat sunah ‘Id
disyariatkan pada tahun pertama hijriyah. Anas bin Malik mengatakan: Rasulullah
saw datang ke Madinah dan pada masa jahiliyah penduduk Madinah memiliki dua
hari yang mereka gunakan untuk bermain-main santai. Nabi saw bersabda,
Innallaha tabaa raka wa ta’aalaa qad
abdalakum bihimaa khoiron minhumaa yaumal fithri wa yauman nahri
“Sesungguhnya Allah SWT telah
mengganti keduanya dengan yang lebih daripada keduanya, yaitu hari raya Idul
Fitri dan hari raya Idul Adha.”
B. Dasar hukum
Shalat sunah ‘Id
ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan ijma’. Adapun dalil Al-Qur’an adalah
firman Allah SWT:
Yuriidullahu bikumul yusro wa yuriidu
bikumul ‘usro walitukmiluul ‘iddata wa litukabbiruullaha ‘alaa maa hadaakum wala’allakum
tasykuruun
“Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah (2): 185)
Firman Allah SWT di surah
lain:
Fasholli lirabbika fanhar
“Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar (108): 2)
Ayat yang pertama
mengisyaratkan shalat sunah idul fitri dan yang kedua menunjukkan shalat sunah idul
adha.
Menurut sumber mutawatir,
Nabi saw juga melaksanakan shalat di dua hari raya. Ibnu Abbas ra mengatakan:
“Aku pernah mengalami hari raya bersama Rasulullah saw, bersama Abu Bakar, Umar
dan Utsman. Mereka semua shalat sebelum khutbah.” Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa mereka shalat sunah idul fitri.
Selanjutnya, para ulama
telah sepakat bulat mengenai legalitas pelaksanaan shalat hari raya Idul Fitri
dan Idul Adha.
C. Objek sasaran shalat sunah ‘Id
Objek yang dituntut wajib
melaksanakan shalat sunah ‘Id adalah semua orang yang dituntut kewajiban
melaksanakan shalat jum’at.
D. Keluarnya wanita untuk shalat sunah ‘Id
Kaum perempuan diperbolehkan
keluar rumah untuk melaksanakan shalat sunah ‘Id meskipun ia seorang gadis
perawan, dengan syarat ia menutupi dirinya dan tidak menampakkan perhiasan maupun
memakai wangi-wangian, dan mengenakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
fitnah.
Ummu Athiyah bercerita:
Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan gadis-gadis yang belum
menikah (al-‘awatiq), gadis-gadis pingitan, dan wanita-wanita yang haid
sekalipun pada hari raya Idul Fitri dan Idul Qurban. Khusus untuk wanita yang
haid, mereka hendaknya menjauh dari tempat shalat dan cukup meyaksikan gelar
kebaikan dan doa kaum muslimin. Aku bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai
Rasulullah, bagaimana jika salah seorang mereka tidak mengenakan jilbab?”
Beliau menjawab, “Hendaklah saudara perempuannya memakaikan jilbab miliknya
kepadanya.”
E. Hal-hal yang disyariatkan dalam hari
raya
Ada beberapa hal yang
disyariatkan dalam hari raya, antara lain sebagai berikut:
a. Mandi, memakai wangi-wangian, bersiwak,
makan terlebih dahulu sebelum pergi ke tempat shalat dalam hari raya Idul
Fitri. Diriwayatkan dari Buraidah ra, ia berkata: “Nabi saw tidak keluar pada
hari raya Idul Fitri sebelum makan, namun pada hari raya Idul Adha beliau tidak
makan dahulu hingga shalat.”
b. Berangkat pagi-pagi setelah melakukan
shalat subuh, kecuali imam. Ia justru sebaiknya berangkat akhir-akhir.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwasannya Nabi saw keluar pada hari
raya Idul Adha dan Idul Fitri, dan langsung memulai sholat.
c. Disunnahkan membaca takbir pada dua
hari raya selama berjalan menuju ke tempat shalat dan di tempat shalat hingga
imam datang, berdasarkan riwayat dari sejumlah sahabat, seperti Ali, Ibnu
Mas’ud, Anas, Abu Hurairah dan lainnya.
Sumber PAKET UMROH TERMURAH
Sumber PAKET UMROH TERMURAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar